Persamaan  mendasar antara Pertamina dan China  National  Offshore  Oil Corporation (CNOOC) adalah keduanya merupakan  perusahaan  minyak milik negara (BUMN).

Perbedaan  mendasarnya,  ketika belakangan harga minyak dunia mencapai US$60 per barel, Pertamina menyikapinya  dengan merengek-rengek minta tambahan dana ke  Menteri  Keuangan  untuk  memenuhi kebutuhan  minyak  dalam  negeri. Adapun  CNOOC,  ia justru menghebohkan para ekonom  dan  politisi Washington dengan melakukan penawaran terbuka terhadap perusahaan minyak raksasa asal AS, Unocal, senilai US$18,5 miliar.

CNOOC didirikan pada 1982  sebagai bagian dari kebijakan  Open Door Policy Cina dan mempunyai hak eksklusif dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai (offshore petroleum resource)  di sana.  Untuk itu mereka melakukan kerja sama luar  negeri.  CNOOC selama ini dikenal berpengalaman dalam bekerja sama dengan  perusahaan  asing.   Pada 2002, misalnya, CNOOC  membayar  perusahaan Repsol  asal Spanyol senilai US$585 juta untuk ladang minyak  dan gas bumi di Indonesia, dan menjadikannya sebagai produser  minyak lepas pantai terbesar di Tanah Air.

Beberapa  tahun lalu CNOOC sebenarnya gagal  menjual  sahamnya (initial  public  offering, IPO) di New York dan Hong  Kong,  dan mesti  menarik  diri  pada menit-menit  terakhir.  Para  pengamat menilai kegagalan ini karena timing yang tidak tepat dan  kurangnya  minat investor untuk membeli saham CNOOC.  Chairman dan  CEO Fu  Chengyu mengomentari kegagalan tersebut sebagai suatu  proses pembelajaran yang sangat penting. Oleh karena itu, langkah  untuk membeli Unocal kali ini dilakukan secara lebih cermat dan menggunakan taktik ala Barat. Tidak tanggung-tanggung, CNOOC memobilisasi tiga bank investasi, tiga kantor pengacara, dua media strategy  group,  dan  menyewa perusahaan lobi asal  Texas  yang  punya koneksi ke Gedung Putih untuk memuluskan proses pembelian Unocal.

Selain CNOOC, manajemen gaya Barat juga dilakukan oleh beberapa  perusahaan Cina untuk memenangkan pertarungan  pasar.   Sebut saja  Grup Lenovo, perusahaan personal computer (PC) terbesar  di Cina, mengakuisisi unit bisnis PC raksasa komputer asal AS,  IBM, senilai US$1,75 miliar.  Contoh lain adalah Qingdao Haier,  perusahaan alat rumah tangga Cina, bergabung dengan dua perusahaan AS lainnya berusaha menawar perusahaan mesin cuci asal negara  Paman Sam, Maytag Corporation. Namun, di antara beberapa  pengambilalihan  tadi,  upaya pembelian Unocal oleh  CNOOC  dianggap  sebagai sebuah terobosan yang sangat besar, ditinjau dari nilai pembelian dan efeknya secara ekonomi dan politik.

Ada  dua alasan penting mengapa rencana pembelian Unocal  oleh perusahaan  Cina mendapat perhatian serius para ekonom dan  politisi di AS.  Pertama, hubungan ekonomi AS dan Cina sedang mengalami  ketegangan,  ditandai dengan  diberlakukannya  sistem  kuota terhadap  tekstil dan produk tekstil dari Cina oleh  AS  beberapa waktu yang lalu.  Kedua, ekonomi Cina dianggap mempunyai  potensi yang sangat besar untuk menyaingi AS di masa datang.

Keberhasilan reformasi ekonomi Cina terutama karena  dilakukan secara  bertahap (gradual) dengan mempertimbangkan  faktor-faktor institusi  dalam  proses transformasi ekonomi,  ketimbang  secara drastis (big bang) seperti yang dilakukan oleh bekas Uni  Soviet.  Pendekatan gradual yang dilakukan Cina bisa dilihat dari  program reformasi  BUMN.  Sebelum reformasi, hampir semua keputusan  BUMN dilakukan oleh pemerintah, mulai dari penentuan jumlah  produksi, distribusi  produk,  harga,  total input  yang  dibutuhkan  dalam proses  produksi,  gaji pekerja, dan sebagainya.  Ditambah  lagi, semua profit BUMN harus disetor ke kas negara. Dengan kata  lain, manajemen  perusahaan  BUMN hampir tak mempunyai  wewenang  dalam mengelola  perusahaan dan tidak mempunyai insentif untuk  mengembangkan  perusahaan,  sehingga inefisiensi merupakan  wajah  yang umum  di  setiap perusahaan BUMN di Cina  dalam  periode  ekonomi terencana.

Reformasi  BUMN  kemudian  tidak  sekonyong-konyong   mengubah sistem  manajemen  dalam semalam, tetapi dilakukan  setahap  demi setahap.  Tahap pertama adalah memberikan otonomi kepada  manajemen perusahaan dalam menentukan total produksi, sehingga  manajemen  bisa  belajar bagaimana mengelola produksi  secara  efisien.  Dalam tahap ini, pemerintah menarik diri dari semua proses  keputusan yang menyangkut produksi perusahaan BUMN.

Tahap  kedua  adalah memberikan kesempatan kepada  BUMN  untuk mengelola  profit,  sehingga manajemen  mempunyai  insentif  guna meningkatkan kapasitas produksi atau mengembangkan  produk-produk baru yang profitable.  Pemerintah Cina dalam tahap ini tidak lagi menerima profit dari BUMN, tetapi cukup dari pajak.

Tahap  ketiga  adalah memperkenalkan   contract  responsibility system, yaitu kontrak antara pemerintah dan manajemen BUMN  dalam penentuan  profit yang mesti disetor BUMN ke  pemerintah.  Dengan sistem  ini, pemerintah menentukan target setoran BUMN. Jika  ada  kelebihan dari target, setoran tersebut diserahkan kepada manajemen BUMN untuk mengelolanya.

Tahap  berikutnya adalah reformasi harga, yang juga  dilakukan secara gradual melalui two-tier price system, sebelum  diserahkan kepada mekanisme pasar.

Tahap  terakhir adalah go public, yaitu memberikan  kesempatan kepada publik untuk turut berperan serta dalam proses pengambilan keputusan perusahaan dengan menjadi pemegang saham.

Buah dari reformasi BUMN di Cina adalah menempatkan negeri itu di jajaran “Top 10” produsen minyak dunia dengan volume  produksi minyak  mentah 3,5 juta barel per hari pada 2004.  CNOOC  sendiri membukukan  profit  US$1,96 miliar. Bandingkan  dengan  Pertamina yang  diperkirakan  hanya mencetak keuntungan  US$798  juta  pada tahun yang sama.

Dengan besarnya dana yang dimiliki CNOOC, didukung oleh cadangan  devisa Cina yang melimpah, bukan mustahil bagi Unocal  untuk mengalihkan perhatiannya dari proses akuisisi yang sedang dilakukan  oleh  ChevronTexaco Corporation.  Jika hal  ini  betul-betul terjadi,  Cina  akan menjadi pemain utama  dunia  dalam  industri perminyakan.

Bagaimana dengan Pertamina?  Apakah BUMN ini juga punya  mimpi menjadi  pemain  utama dalam industri perminyakan  dunia?   Atau, cukup  merasa  puas ketika berhasil mendapat  kucuran  dana  dari pemerintah?

***

Dimuat di majalah Warta Ekonomi edisi 6 September 2005

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *